banner 728x250

Memaknai Semangat Hari Kartini dan Keputusan MK atas Perkara Sengketa Pemilu 2024

Pahlawan Nasional Perempuan RI Raden Ajeng Kartini :
banner 120x600
banner 468x60

Oleh : Simply da Flores

TANGGAL 21 APRIL selalu diperingati Hari Kartini, sang pahlawan emansipasi wanita, dengan semboyan istimewa: “Habis gelap, terbitlah terang”. Tanggal 22 April 2024 ini, akan diumumkan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi RI tentang sengketa hasil pemilihan umum, khususnya hasil Pilpres.

banner 325x300

Ada banyak acara dan suara rakyat menyatakan dukungan dan harapan kepada para hakim MK, agar memutuskan secara adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan hati nurani yang jujur dan bijaksana.

Saya memilih judul tulisan di atas, dengan berbagai refleksi atas publikasi di sosial media , khususnya menjelang pengumuman MK soal sidang sengketa hasil pilpres. Ada hal menarik untuk melihat hak demokrasi masyarakat dalam bingkai semangat Hari Kartini. Juga pentingnya untuk mendorong kapasitas dan partisipasi kaum milenial perempuan dalam pembangunan NKRI. Lalu, dirasakan perlu memperhatikan nasib generasi muda dan pemilih pemula dalam proses demokrasi; baik pemilu dan pilkada.

Pertanyaan Reflektif nya adalah apakah habis gelapnya masalah pemilu – pilpres, akankah terbit terang keadilan, karena keputusan adil bijaksana para hakim Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 22 April 2024 ini?

Semangat Hari Kartini

Semangat dan semboyan “Habis gelap terbitlah terang”, dimaknai sebagai sebuah perubahan positif. Setelah masa gelap aneka persoalan yang mendera nasib bangsa, khususnya kaum perempuan, akan ada perubahan positif bagi jaminan hak-hak kaum perempuan. Apakah ada kemerdekaan dan pembebasan nasib gelap kaum perempuan dan seluruh bangsa, setelah dijajah dan diperlakukan tidak adil dalam kehidupan politik sosial ekonomi dan budaya?

Catatan penting bahwa saat ini jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dalam penduduk bangsa kita. Nasib keluarga dan bangsa ini ditentukan oleh keadaan nyata kaum perempuan, baik di keluarga – ruang privat, maupun di komunitas dan ruang publik.

Namun, aturan, kebijakan dan kewenangan hampir semua bidang kehidupan ditentukan oleh kaum lelaki. Maka, yang menjadi korban dalam aneka persoalan adalah perempuan dan anak. Kaum laki-laki selalu mendominasi dan menyingkirkan partisipasi eksistensi perempuan di berbagai ruang dan proses kebijakan. Keseteraan dan keadilan gender masih sangat minim diperhatikan.

Hari Kartini dan perjuangan emansipasi selalu dirayakan, tetapi perwujudan dalam kebijakan dan kehidupan praktis masih jauh dari harapan. Zaman sudah berganti dan semakin canggih, namun masih hak perempuan belum jauh berubah di berbagai bidang kehidupan. Bangsa ini mempunyai hutang besar kepada kaum perempuan dan para ibu, saudari dan anak perempuan kita; yang dalam kata-kata disanjung, tetapi dalam praktek hidup sering diabaikan.

Biografi Singkat R.A. Kartini

Dihimpun dari berbagai sumber, bahwa Kartini lahir pada 21 April 1879 di Mayong, sebuah kota kecil yang masuk dalam wilayah Karesidenan Jepara. Pejuang emansipasi wanita ini lahir dalam lingkungan keluarga priyayi dan bangsawan, karena itu ia berhak menambahkan gelar Raden Ajeng (RA) di depan namanya.

Kartini lahir dari pasangan Raden Mas (RM) Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah. Ayahnya, RM Sosroningrat, merupakan anak dari Pangeran Ario (PA) Tjondronegoro IV. Dilihat dari silsilah keluarga, masih keturunan dari Prabu Brawijaya Raja Majapahit terakhir.

Sementara sang Ibu, Mas Ajeng Ngasirah merupakan anak dari pasangan Kyai Haji Modirono dan Nyai Haji Siti Aminah. Mas Ajeng Ngasirah merupakan perempuan desa yang memiliki kedudukan terhormat di tengah masyarakat karena bapaknya merupakan ulama di Desa Teluk Awur, Jepara,Jawa Tengah.

Ayah dan Ibu Kartini menikah pada tahun 1872. Namun, sang Ayah menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan atau Moerjam, puteri Bupati Jepara pada 1875.

Kasus Pemilu Dan Hak Pemilih Perempuan

Dalam pemilu, jumlah pemilih perempuan lebih banyak dari laki-laki. Tetapi kebijakan pemilu adalah keputusan mayoritas laki-laki. Maka, jika ada kasus tentang Pemilu Luber dan Jurdil, umumnya kaum perempuan yang menjadi korba.

Dalam proses pembangunan pun, partisipasi perempuan masih terbatas. Penyebabnya antara lain kurang pendidikan dan rendahnya kapasitas dalam bersuara. Misalnya dalam musyawarah pembangunan dusun dan desa.

Sudah ada kuota 30% untuk perempuan dalam pencalonan legislatif, ada kementerian perempuan serta pengarusutamaan gender. Namun, jaminan hak perempuan masih terbatas. Hak politik perempuan pun masih diperjuangkan.

Keputusan MK soal Sengketa Pilpres

Dalam menanti pengumuman Mahkamah Konstitusi tentang sengketa hasil pilpres, pada tanggal 22-04-2024, secara nasional dirayakan Hari Kartini. Semangat perjuangan emansipasi wanita oleh R.A Kartini digelorakan.

Maka, ada doa dan harapan berbagai komponen masyarakay, agar keputusan Hakim Mahkamah Konstitusi sungguh adil dan bijaksana. Para hakim diyakini memutuskan sesuai hati nurani, yang dijiwai dan berprinsip berdasarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Bukan berdasarkan kepentingan politik atau bayaran uang dan jabatan.

Semangat R.A. Kartini diharapkan menjadi reformasi bagi penegakkan hukum. Habis gelapnya masalah pemilu, khususnya pilpres, sehingga diproses di Mahkamah Konstitusi, maka akan lahir dan diputuskan terang benderang secara adil oleh para Hakim MK.

Kembali dinantikan kemurnian hati nurani para Hakim, demi hak segenap warga negara dan penegakkan wibawa hukum, teristimewa prinsip “keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.

Keputusan MK untuk sengketa hasil pilpres dinantikan seluruh rakyat NKRI.

Semoga tidak dikendalikan dan dikalahkan prinsip Hukum dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jangan sampai wibawa hukum dikalahkan demi kepentingan kekuasaan politik dan keuntungan ekonomi pihak tertentu. Semoga. **

*) Simply da Flores adalah pemerhati masalah sosial dan budaya,

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *