JAKARTA,SINERGISATU.COM-Kuasa hukum Dr.Stefanus Roy Rening,S.H.,M.H yang tergabung dalam Tim Pembelaan Profesi Advokat untuk Keadilan (TPPAK) pada sidang lanjutan Rabu (4/10/2023) bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda “Nota Keberatan (Eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun, Pasal 21 UU Tipikor berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Menurut Tim Kuasa Hukum Stefanus Roy Rening, Pasal 21 UU Tipikor tidak diatur secara tegas mengenai makna dari perbuatan “mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung”, dalam ketentuan tersebut sehingga bukan tidak mungkin terdapat kesalahan dalam mengartikan makna perbuatan dalam ketentuan pasal.
Sidang kali ini dipimpin oleh Hakim ketua Rianto Adam Pontoh membaca nota keberatan milik terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Seperti apa penjelasan, berikut redaksi menyajikan secara utuh materi Nota Keberatan (Eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang Rabu (4/10/2023) di PN Jakarta Pusat yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum terdakwa Dr. Stefanus Roy Rening.
Pada persidangan hari ini, Rabu, 4 Oktober 2023 kami, Tim Pembelaan Profesi Advokat untuk Keadilan sebagai tim penasihat hukum terdakwa, menyampaikan keberatan atas Surat Dakwaan Saudara Penuntut Umum yang disampaikan pada persidangan lalu, sebagai berikut.
NOTA KEBERATAN TIM PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT UNTUK KEADILAN
“Menjalankan Tugas Profesi Advokat,Merintangi Penyidikan?”
A.Pendahuluan
Perkara yang dihadapi Advokat Dr. Stefanus Roy Rening, S.H., M.H. merupakan batu ujian atas hak imunitas advokat yang dijamin Undang-Undang. Pasal 16 Undang Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) menegaskan bahwa: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana selama menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan“
Yang dimaksud dengan menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik adalah any action taken in accordance with recognized professional duties, standards and ethics (para 16 Basic Principles on the Roles of Lawyers). Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Advokat, “Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.
Lebih lanjut pada bagian Menimbang Undang-Undang Advokat, poin b dipertimbangkan: “bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia;”
Advokat sebagai “officer of the court” memiliki tugas yang penting yaitu menghormati dan melindungi kewibawaan Pengadilan dan membantu Pengadilan untuk menemukan kebenaran dalam suatu peristiwa hukum sehingga keadilan dapat diwujudkan dan ditegakkan. Lebih jauh, pada para 18, Basic Principles on the Roles of Lawyers menegaskan bahwa: “Lawyers shall not be identified with their clients or their clients’ causes as a result of discharging their functions.”
Profesi Advokat merupakan bagian yang integral dalam Kekuasaan Kehakiman dalam menjalankan fungsinya, sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
Selain Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi, terdapat badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman. Yang dimaksud dengan badan-badan lain antara lain Kepolisian, Kejaksaan, Advokat dan Lembaga Permasyarakatan (Vide Pasal 38 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan dan HAM oleh karena itu, advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh UU demi terselenggaranya upaya penegakkan supremasi hukum.
Bahwa seorang penyidik mempunyai strategi dalam melakukan penyidikan dan bagaimana secara hukum seseorang ditetapkan sebagai tersangka, dan begitupun sebaliknya seorang Advokat harus membela kliennya dengan itikad baik agar penerapan hukum kepada kliennya sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan mencermikan keadilan.
Advokat dalam membela kliennya berdasarkan pada prinsip Equality before the law yakni jaminan persamaan di hadapan hukum dan prinsip praduga tak bersalah (Presumption of Innocence), yakni menganggap klien benar berdasarkan data dan informasi yang diberikan kepadanya. Prinsip tersebut dilaksanakan agar dalam pembelaannya, seorang Advokat berani menjalankan profesi dan fungsinya dengan efektif. Pada hakekatnya peran Advokat dalam penegakan hukum adalah untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi klien (pihak yang berperkara) dikarenakan posisi kliennya masih tersangka/terdakwa yang memerlukan bantuan untuk membuktikan, apakah ia bersalah atau tidak bersalah.
Tugas, kewajiban, sikap dan tanggung jawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tercantum dalam UU Advokat dan Kode Etik Profesi Advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Tugas dan tanggungjawab Advokat yaitu berhubungan antara mewakili klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan HAM, menjamin tidak terjadinya abuse of power, serta membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan.
Dalam kaitan dengan abuse of power, Lord Acton mengingatkan kita, “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.” Tugas hukum untuk membendung kecenderungan penguasa menyelewengkan dan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang yang diamanatkan kepadanya oleh sesama warga negara. Hanyalah dengan adanya hukum dan undang-undang yang adil yang menghormati hak asasi setiap warga negara dan dilaksanakan oleh para penegak hukum yang memiliki intergritas, dedikasi dan keterampilan untuk menerapkan hukum dan undang-undang tersebut, dapat tercipta suatu masyarakat yang adil dan makmur dari suatu negara yang diperkenankan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Yap Thiam Hien, menegaskan bahwa tiap kekuasaan membawa penyalahgunaan kekuasaan dan semakin banyak kekuasaan, semakin lebihlah penyalahgunaan kekuasaan itu. Oleh karenanya manusia yang berkuasa haruslah dibatasi kekuasaannya, untuk melindungi dirinya sendiri dan untuk melindungi orang lain terhadap “Si yang berkuasa.”
Menurut Rudolf Van Jhering, perjuangan untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran adalah perjuangan yang terus menerus tanpa akhir, selama masih ada manusia di dunia ini. Oleh karena berdasarkan teori kontrak sosial, manusia yang diberi amanat untuk mengatur kehidupan bangsa dan negara selalu cenderung untuk menyelewengkan dan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang yang diamanatkan kepada mereka.
Karena itu Advokat memiliki fungsi yang strategis dan penting dalam menjamin penegakkan hukum dilakukan tanpa kesewenang – wenangan. Dengan fungsi yang sedemikian penting, maka hak imunitas diberikan kepada Advokat untuk memastikan Advokat dapat menjalankan fungsinya secara maksimal.
Berkaitan dengan hak imunitas Advokat, Mahkamah Konstitusi sudah tepat mempertimbangkan dalam putusan perkara Nomor 52/PUU-XVI/2018 jo Nomor 7/PUU-XVI/2018 bahwa hak imunitas seorang advokat tidak serta merta menjadikan seorang advokat menjadi kebal hukum. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa ketika seorang advokat tidak menjalankan profesinya dengan iktikad baik, maka seketika itu pula hak imunitas seorang advokat menjadi gugur.
Dalam perkara aquo, Terdakwa telah didakwa melakukan pelanggaran Pasal 21 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi dengan Tersangka Lukas Enembe dan Terdakwa Rijatono Lakka. Jadi dalam perkara ini, Terdakwa Advokat Dr. Stefanus Roy Rening, S.H., M.H. didakwa berkaitan dengan tugasnya sebagai Advokat saat mendampingi Lukas Enembe sebagai klien.
Sementara faktanya, saat ini Terdakwa Lukas Enembe sedang menghadapi pemeriksaan di Pengadilan dan Terpidana Rijantono Lakka sedang menjalani masa hukuman. Dengan terlaksananya persidangan dan telah dijatuhinya hukuman, maka seharusnya Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak diterapkan kepada Advokat Dr. Stefanus Roy Rening, S.H., M.H. Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 78 PK/Pid.Sus/2021 yang pada pokoknya mempertimbangkan:
“Bahwa dengan demikian unsur perbuatan menghalang-halangi atau merintangi sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum tidak terpenuhi karena kenyataannya proses hukum penyidikan sampai proses persidangan …. telah terlaksana”
Dibandingkan dengan peristiwa buronnya Harun Masiku yang sampai hari ini tidak ada penyidikan apalagi penuntutan terhadap Harun Masiku, tidak ada satu orang pun yang disidik apalagi dituntut dengan sangkaan/dakwaan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menjadi pertanyaan, apa dasar kewenangan Saudara Penyidik dan Penuntut Umum menilai iktikad baik seorang Advokat dalam menjalankan profesinya? Tolok ukur apa yang digunakan Saudara Penyidik dan Penuntut Umum menilai iktikad baik seorang Advokat dalam menjalankan profesinya sehingga dilakukan penuntutan terhadap Advokat Dr. Stefanus Roy Rening, S.H., M.H.?
Padahal Advokat Dr. Stefanus Roy Rening, S.H., M.H. yang sekarang didudukkan sebagai Terdakwa, telah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Advokat sesuai dengan tugas dan standard profesi serta etika profesi. (bersambung)..