SINERGISATU.COM (Jakarta)- Masa Kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin akan berakhir pada tanggal 20 Oktober 2024. Saat ini Pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memproses penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk kepemimpinan baru RI 2024-2029. Semua Partai peserta pemilu telah menjalani proses tersebut dan Pemilu akan digelar 14 Frebuari 2024 mendatang.
Untuk memilih calon pemimpin sesuai yang diharapkan Publik Indonesia, maka politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dr. Jazilul Fawaid mengingatkan masyarakat akan kriteria calon-calon pemimpin negara RI mendatang.
Politikus PKB itu mengatakan, bahwa ‘Memaknai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat dinamis, tergantung para pemimpin dan orang-orang yang mengamalkannya.
“Karena itu, pada Pemilu 2024 pilihlah presiden yang Pancasilais,” pesan Gus Jazil yang akrab disapa.
Dia menyebutkan makna Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang digali dari nilai-nilai yang hidup di masyarakat sudah final. Namun, makna Pancasila dalam implementasi dan praktik sehari-hari belum final karena mengikuti perkembangan zaman yang terus berubah.
Ia mengilustrasikan, bahwa makna sila ke-4 Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Pada masa Presiden Soekarno dikenal demokrasi terpimpin.
Dikatakan, pada masa presiden Soeharto, pemilihan presiden dilakukan secara tidak langsung, sedangkan pada masa reformasi, rakyat secara langsung memilih presiden.
“Artinya, implementasi dari makna Pancasila, khususnya makna hikmah kebijaksanaan, makna permusyawaratan, makna perwakilan, berubah-ubah,” saat menjadi pembicara acara diskusi Empat Pilar Kebangsaan bertema ‘Memaknai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’ diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR RI di Media Center Gedung Nusantara III Senayan,Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Pada Pilpres dan Pilkada, lanjut Jazilul, hanya melulu soal elektabilitas. Iman dan takwa tidak pernah menjadi ukuran karena memang tidak bisa diukur dan hanya sekadar pemanis saja.
“Makanya kalau disebut carilah pemimpin yang Pancasilais, semua pasti ketawa. Padahal itu sesuatu yang menurut saya penting. Itu menjadi dasar bagi seorang pemimpin yang punya moral Pancasila, yang mempunyai integritas Pancasila,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Dr. Syarief Hasan yang juga salah satu pembicara dalam diskusi tersebut menyebut peran Pancasila bagi masyarakat Indonesia. Termasuk
“Jika tidak ada Pancasila, mungkin kita sudah menjadi negara federal. Tetapi, negara Pancasila yang berpenduduk 275 juta jiwa ini tetap utuh sebagai sebuah negara,” kata Syarief Hasan.
Dia juga berpesan kepada masyarakat jangan memperbesar perbedaan, tetapi sebaliknya mengedepankan persamaan.
“Perbedaan jangan diperbesar. Perbedaan tetap ada, tapi jangan membuat kita terpecah belah, dan yang paling penting, kita saling merangkul,” imbuhnya.
Syarief Hasan juga mengingatkan agar jangan membiarkan tumbuhnya benih-benih perpecahan di antara anak bangsa.
“Kita harus memperkuat persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada Pancasila, saling menghargai, dan menghormati satu sama lain, untuk menatap Indonesia ke depan yang lebih baik,” ujarnya.
Dalam konteks Pemilu 2024, Syarief Hasan mengatakan menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia. Pemilu adalah sebuah proses mengembalikan hak kedaulatan rakyat sesuai UUD 1945 bukan sebagai tujuan, melainkan alat untuk menuju kesejahteraan rakyat.
“Pemilu adalah proses demokrasi untuk kesejahteraan rakyat,” tegas pria asal Sulawesi Selatan itu.
Karena itu, lanjut Syarief Hasan, pemerintah harus memfasilitasi agar Pemilu 2024 berlangsung dengan jujur dan adil serta lancar dan damai.
“Berbeda pilihan adalah bagian dari demokrasi. Semuanya agar tidak menyalahi ideologi Pancasila dan kesatuan dan persatuan bangsa,” imbuhnya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Pangi Syarwi Chaniago (Direktur Eksekutif Voxpol) yang juga pengamat politik itu menekankan pentingnya nilai Pancasila dalam konteks demokrasi, yaitu demokrasi yang terbuka, demokrasi yang berkeadilan, dan demokrasi yang menghadirkan persaingan atau kontestasi.
“Kalau misalnya, ada partai diambil dengan cara menggunakan kekuatan hukum, sebenarnya tidak sesuai dengan nilai Pancasila, karena tidak ada persaingan yang sehat,” kata Pangi. Pangi juga menekankan sikap kenegarawanan dari para pemimpin. Dalam konteks Pemilu 2024, negarawan harus memastikan trust yang kuat.
“Pemilu hari ini ada distrust, saling curiga, ada intervensi, cawe-cawe. Ini juga mengganggu nilai-nilai Pancasila. Padahal yang penting dalam konteks Pemilu adalah legitimasi kepercayaan,” tegasnya. **
Penulis/Editor : Dese Lewuk